Bismillah...
Beberapa waktu yang lalu, saat mengikuti sebuah seminar yang didalamnya berkumpul pakar-pakar ecommerce dari seluruh Indonesia.
Dari banyak tema yang dibawakan di acara itu, ada satu benang merah yang saya tarik, yang ada di semua materi yang dibawakan oleh pengisi acara:
Saat ini kita sudah sangat bergantung dengan pihak asing.
Mungkin juga termasuk saya.
Mungkin juga kalimat diatas adalah versi oversimplifikasi dari materi yang saya ikuti, tapi menurut saya kalimat itu juga tidak berlebihan.
Bisa jadi Anda sering mendengar kalau kita sedang dijajah asing dari sisi informasi, dan membuat kita, termasuk bisnis kita jadi memiliki ketergantungan yang luar biasa dengan
Penjajahan ini sedang terjadi di belakang layar, tidak kelihatan, namun bergerak dengan kecepatan tinggi dan dengan skala yang akan membuat Anda geleng-geleng kalau melihat besarnya.
Inilah bedanya penjajahan ekonomi secara online, berbeda dengan penjajahan infrastruktur fisik dan energi yang dengan jelas bisa kita lihat karena skalanya yang besar.
Penjajahan perdagangan yang terjadi di internet saat ini akan sulit dideteksi oleh sebagian besar orang Indonesia, kecuali mungkin bagi Anda penggiat ecommerce yang benar-benar memperhatikan dan punya akses ke datanya.
Dulu guru saya pernah bilang: bisnis adalah membangun saluran distribusi.
Distribusi bisa berupa distribusi produk (pengiriman barang), atau distribusi pemasaran (promosi ke target pasar yang tepat.)
Untuk saluran distribusi produk fisik/ barang, saat ini pihak asing sudah bergerak dan melebarkan sayapnya ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu, Pak Hadi Kuncoro (Acommerce) mem-posting foto di Facebook kalau Alibaba melalui Lazada, sudah masuk ke Singapore melalui SingPost.
Mohon aktifkan gambar di email Anda jika tidak bisa melihat gambar dibawah ini:
Dan, menurut Pak Hadi, Indonesia akan mulai merasakan dampak masuknya Alibaba ini dalam 2-3 tahun mendatang. Bisa jadi nanti kita bergantung ke layanan mereka karena saluran logistik kita dikuasai.
Di era internet seperti saat ini, satu lagi saluran distribusi paling penting adalah: data.
Saat ini, Anda menggunakan data sebagai saluran distribusi pemasaran, misalnya:
- Facebook Ads.
- Google Adwords.
- SEO.
- Pengiriman katalog secara online.
- Foto produk melalui Instagram.
- Dll.
Hampir semua kegiatan promosi Anda saat ini sudah berbentuk bit dan pixel, bukannya lagi berbentuk kertas, lampu neon, atau umbul-umbul raksasa.
Sisi positifnya adalah: Kita bisa menjangkau siapapun kapanpun dimanapun denagn biaya yang relatif murah, dalam waktu yang relatif sangat singkat.
Sisi negatifnya: Kita menjadi sangat bergantung dengan saluran-saluran pemasaran yang dikendalikan oleh pihak asing ini.
Contohnya: Facebook.
Saya melihat ketergantungan yang besar di Facebook, bukan hanya untuk orang Indonesia, tapi seluruh dunia.
Fenomena "kecanduan" Facebook ini sampai dibahas dalam buku Hooked karya Nir Eyal.
Facebook berawal dari layanan yang "nice to have."
Tidak butuh-butuh banget, tapi kalau ada ya engga apa-apa.
Kita jadi bisa terhubung kembali ke teman sekolah atau kampus yang udah lama hilang.
Membuat group yang berisi orang-orang dengan hobi yang sama.
Dan beberapa bahkan menikah karena dipertemukan oleh Facebook.
Tapi ya sudah, tidak ada Facebook juga kita tetap bisa berkomunikasi, berkumpul, dan berjodoh. Tidak begitu masalah...
Facebook posisinya "hanya" membantu.
Itu yang kita pikir.
Tapi setelah Facebook mengeluarkan fitur bisnis, layanan yang tadinya "nice to have", perlahan-lahan menjadi "must have".
Atau kita HARUS mengggunakan Facebook.
Lama kelamaan bisnis kita jadi bergantung.
Saya jadi ingat sekitar tahun lalu, saat pertengahan bulan Ramadhan, 3 dari 4 akun Facebook Ads sahabat saya (sebut saja namanya Abud) di banned (ditutup) oleh Facebook tanpa alasan yang jelas.
Sontak bisnisnya yang bergantung ke Facebook Ads, langsung mengalami penurunan traffic yang drastis dalam beberapa hari, dan ujungnya tentusaja berimbas ke sales, atau penjualan.
Belasan customer service yang biasanya sibuk seharian membalas chat, mengurus pesanan, konfirmasi pembayaran, dll, tiba-tiba hanya duduk diam karena sedikitnya pesanan yang masuk.
Padahal pertengahan Ramadhan adalah waktunya untuk memberikan THR bagi tim nya, tapi ya Qodarulloh, yang terjadi malah Ia kekurangan duit cash untuk memenuhi kewajibannya.
Dari kabar terakhir yang saya terima, sampai saat ini ketiga akun itu belum kembali.
Saat ditanya kenapa? Ya jawaban Facebook tidak jelas saat itu.
Intinya, ya sudah memang seperti itu jalannya, akhirnya Abud mengikhlaskan.
Ia bertanggung jawab dengan sangat baik dan belajar banyak dari kejadian tersebut.
Bagaimana Anda Bisa Mencegahnya
Daripada kita mengutuk kegelapan, mari kita coba menyalakan cahaya.
Paling tidak dengan semua kemampuan kami yang ada sekarang, itulah yang kami coba lakukan di KIRIM.EMAIL.
Andikan (semoga jangan), skenario diatas terjadi di Anda. Apa yang bisa Anda lakukan?
Untuk saya: jawaban itu adalah: email list, atau database email.
Anda harus mulai membangun email list dalam bisnis Anda, sehingga ketergantungan bisnis Anda akan layanan asing menjadi berkurang.
Jika kita ilustrasikan, skenario diatas itu bentuknya seperti ini:
Abud sangat bergantung dengan Facebook.
Sumber pengunjungnya hanya satu, seperti yang terlihat di gambar diatas.
Yang terjadi kemudian adalah seperti ini:
Facebook menutup akun iklannya Abud, yang menyebabkan hilangnya pengunjung.
Hilangnya pengunjung = hilangnya peluang terjadinya transaksi = berkurangnya pemasukan.
Nah, sekarang, JIKA kita jalankan skenario kedua, dimana Abud memililki email list dalam bisnisnya, maka ilustrasinya akan seperti ini:
Dari gambar ditas, Abud mengumpulkan semua alamat email pembelinya.
Dan kemudian, Abud memanfaatkan alamat email yang Ia kumpulkan untuk kembali mendatangkan pembeli.
Jadi saat ini Abud punya 2 sumber pengunjung: Facebook dan Email.
Sekarang, jika Facebook menutup akunnya, yang terjadi adalah gambar dibawah ini:
Abud masih memiliki sumber pengunjung, sembari Ia berusaha mengembalikan akunnya yang hilang atau membuat akun baru.
Sehingga transaksinya tidak pernah berhenti karena Abud selalu memiliki pengunjung.
Begitu akun barunya jalan, Abud kembali ke alurnya semula.
Tentu saja solusi diatas tidak sempurna, tapi solusi diatas sangat berhasil untuk saya.
Facebook saya pernah di banned.
Website saya pernah down.
Bisnis saya sempat tidak berjalan dan harus membuat bisnis baru.
Tapi Allah memberikan saya jalan melalui email list saya.
Website baru saya langsung rame, karena, begitu buka, langsung saya boadcast ke email list saya.
Bisnis baru saya juga alhamdulillah langsung ada pembeli di hari pertama, karena sebelum bisnisnya buka, saya sudah punya pembelinya.
Semua karena saya sadar, harus ada sebuah cara dimana saya bisa menghubungi pelanggan saya kapan saja, dan caranya adalah: melalui email.
Karenanya kami di KIRIM.EMAIL bertekad menghasilkan pebisnis yang mandiri.
Pebisnis yang tidak hanya memiliki saluran pemasaran sendiri, tapi bahkan di dalam kondisi tertentu, bisa membantu bisnis orang lain dengan saluran pemasaran yang Ia miliki: email list.
Kami di KIRIM.EMAIL bilangnya: sedekah traffic.
Karena kita seperti mensedekahkan pengunjung bisnis kita ke bisnis lain.
Inilah alasan kami membangun KIRIM.EMAIL dan giat mengedukasi penggunaan email marketing melalui Forum didalam KIRIM.EMAIL, melalui webinar, melalui kursus online, podcast, dan yang akan datang: buku.
Semua kami lakukan agar Indonesia memiliki lebih banyak pebisnis online mandiri, yang tidak begitu bergantung pada saluran pemasaran asing.
Alamat email pembeli Anda itu adlaah data Anda, milik Anda, gunakan sesuai kebutuhan Anda, kapanpun Anda mau.
Jadilah pengusaha mandiri, bergabunglah dengan kami di KIRIM.EMAIL, klik link dibawah ini:
Http://KIRIM.EMAIL
Saya tunggu kisah Anda didalam.
-Fikry